Apa kalian tau apa yang sedang dialami manusia itu sekarang? Selain sulit mengambil nafas karena hidupnya mengambang? Ia memutuskan untuk membuang hal-hal yang ingin ia lakukan. Ia putuskan untuk tak melakukan penceklisan apapun lagi. Ia menjadi seorang religius. Penting baginya untuk memercayai sesuatu. Agar datang kebaikan akhirnya. Meskipun selama ini hanya kekosongan yang selalu menghampirinya. Setidaknya dengan memercayai Tuhan, ia tak harus lagi berusaha keras untuk bahagia. Karena apapun yang terjadi, bahagia atau tidak, itulah takdir yang diberikan Tuhan. Kita hanya perlu mensyukurinya.
Ketika dihadapkan dengan cobaan, seorang religius akan berpikir tentang bagaimana
Tuhan sedang menguji keimanannya. Tak peduli betapa pun sakit, penderitaan,
bahkan sampai pertumpahan darah yang ia alami. Itu semua adalah kehendak Tuhan. Ia tak boleh mengeluh. Seorang teman bercerita kepada sang manusia tentang bagaimana hidupnya selalu bernasib buruk. Sang manusia
memberi nasihat kepada temannya, katanya itu terjadi karena ia tak pernah
bersyukur. Jika Tuhan mengiriminya nasib buruk, berarti itu yang perlu ia jalani,
itu yang sudah ditulis-Nya. “Atau coba kamu ingat-ingat apakah kamu
pernah melakukan dosa yang sangat besar hingga Tuhan semarah ini padamu?“
Temannya terdiam seribu bahasa. Benaknya membenarkan. Mungkin ia telah
melakukan dosa yang sangat besar saat muda. Mungkin jika diakumulasikan
sampai sekarang, nasib buruk itu cerminan dosa-dosanya. Manusia itu berkata
lagi, “Tapi jangan khawatir, jika kamu lulus cobaan ini, dosamu akan otomatis
terampuni.” Temannya bernafas lega. Ternyata semudah itu, hanya perlu bersyukur.
Sang manusia
hidup dengan penuh kebersyukuran. “Aku bersyukur karena hidupku lebih mudah
dari temanku yang bernasib buruk hingga harus menjual seluruh asetnya demi membayar
penyakit yang diderita suaminya atau temanku yang punya anak pemabuk, pemakai
narkoba. Tuhan, aku selalu bersyukur atas apa yang Engkau berikan, jadi janganlah
Engkau memberiku kehidupan seperti teman-temanku itu.” Pintanya kepada Tuhan
yang maha Agung. Sekilas ia berharap, kebanyakan ia memaksa.
Saat ini sang manusia mempunyai suami dan tiga anak yang masih kecil-kecil. Sang manusia harus bekerja berjualan banting tulang setelah suaminya berhenti kerja dari bank. Sang manusia bekerja, mengurus anak, kadang-kadang memasak atau membersihkan rumah, namun untung saja suaminya yang pengertian membantu pekerjaan rumahnya. Suaminya pun ikut berjualan, mengerjakan sesuatu yang lain asal tidak ada hubungannya dengan bank. Orang tuanya kadang-kadang meminta ia untuk mengurusinya karena sakit-sakitan. Dengan sedikit waktu ia lakukan semua pekerjaan. Ia tak pernah mengeluh. Kadang ia menyerobot antrian ketika berbelanja saking sedikitnya waktu yang ia punya. Kadang ia pergi ke luar kota bersama suaminya dan anak-anaknya dititipkan. Kadang untuk bekerja, kadang untuk liburan.
Suaminya tampak terlihat kelelahan. Semenjak ia keluar dari pekerjaannya
di bank, hidupnya semakin tak jelas. Kredit rumah dan mobil masih harus dibayar
setiap bulan. Biaya sekolah anak-anaknya masih harus mereka tanggung untuk
kedepannya. Aset yang mereka miliki belum juga terjual. Ia bersikap keras pada anak-anaknya, terutama yang laki-laki atas kekesalannya pada dunia. Namun istrinya yaitu sang manusia tidak terlalu memikirkannya, karena terlalu sibuk mengurusi
produk-produk jualannya. Ia tak pernah mengeluh. Ia tetap bersyukur. Ia selalu
berserah kepadaNya. Berterimakasih atas kehidupan yang diberikan olehNya. Kehidupan
yang ketika ia bandingkan dengan tetangganya masihlah lebih baik.
Sang manusia tetaplah manusia. Dapat merasakan penat karena keseharian yang diulang-ulang. Ditambah ada banyak hal yang harus ia lakukan, untuk suaminya, anak-anaknya, orang tuanya, adik-adiknya. Menjaga keharmonisan keluarganya. Ia harus tetap tersenyum walaupun penat di dada. Untuk melepas penat biasanya ia mendengarkan dakwah di perkumpulan suatu kelompok religius. Ia mendengarkan sang pakar kereligian berpidato dengan nada yang menarik perhatian khalayak. Ia tinggalkan semua penat di rumahnya, pergi menuju perkumpulan itu, berharap mendapatkan ilmu baru yang nantinya akan membuatnya lebih bersyukur lagi dan lagi.
Komentar
Posting Komentar