Langsung ke konten utama

Hidup itu seperti Komidi Putar

2-3 minggu yang melelahkan, akhirnya disambut harapan lagi. Berputar kembali duniaku. Sejatinya betul apa kata temanku waktu itu, 

"hidup itu seperti komidi putar. kadang di bawah, kadang berputar." -HH

Awalnya aku tertawa mendengar itu. Terasa nyata hampir membuatku terbahak-bahak menertawai hidupku sendiri. Hobiku yang sedari lama selalu mengenai menertawai diri sendiri membuat kalimat tersebut terdengar sangat komedi. Tak ada kebahagiaan yang abadi, lalu apa yang tersisa selanjutnya? lucunya, ternyata hidup ini terdengar begitu tak berharga. Awalnya aku berpikir sangat getir. Namun, aku pikirkan kembali setelah tertawaan itu selesai. Mungkin yang dia katakan adalah mengenai waktu. 

Bagaimana waktu akan terasa berhenti berputar atau bergerak sangat lambat. di saat seperti itu, semuanya terasa lebih menyakitkan, menyedihkan, terlalu menderita karena kesendirian. Namun, saat harapan kembali muncul, dunia akan berputar lagi. Semua hal yang tadinya terasa menyakitkan kembali diapresiasi. Kesendirian dan penderitaan disadari sebagai rutinitas yang tak begitu berarti. Semuanya hanya perlu waktu untuk menunggu harapan yang tak pasti kapan datangnya itu dengan sedikit kesabaran yang tersisa dan pasti semuanya akan berputar di saat yang tepat. 

Sedikit saran: Menunggulah sambil mencoba hal-hal baru. Bertemulah dengan orang-orang baru. Kegiatan menunggu itu digunakan untuk belajar melawan diri sendiri. Berkontradiksilah dengan diri sendiri. Mungkin nanti kita akan menemukan sesuatu dari sana dan walaupun tidak, tidak apa-apa. Kita masih tetap berproses sedikit lagi menuju keadaan berputar. 

Tentunya, di saat dunia sedang berputar perlu sedikit lama untuk menunggu kapan keadaan di bawah itu datang lagi. 

Tak ada yang bergerak maju. Keputusasaan dan harapan akan terus bergeser dan silih berganti seperti komidi putar. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Share Thoughts: About God

Ada tiga jenis stres yang aku rasakan selama ini: 1.        Stres saat memikirkan masa depan 2.        Stres saat memikirkan penyesalan masa lalu 3.        Stres saat memikirkan apa yang sedang aku lakukan sekarang Aku mengerti bahwa hidup tak akan lepas dari masalah, masalah adalah bagian dari hidup. Satu masalah selesai, akan datang masalah lain, dan seterusnya sampai jika masalah itu tidak datang kembali itu berarti kita sudah mati. Tapi aku diberitahu dari kecil bahwa setelah kematian akan ada hari pembalasan atas dosa-dosa yang telah kita lakukan di dunia. Nah, bahkan setelah kematian pun masalah akan tetap datang—Ah, rasanya hidup atau mati itu sama saja, ya? Hidup dengan tenang, nyaman, tentram, damai adalah tujuan semua manusia yang lahir ke dunia ini. Namun, hanya orang-orang yang beruntung saja yang dapat merasakannya. Beruntung? Sebenarnya aku benci kata-kata itu. Namun tak ada kata lain yang bisa mendeskripsikan orang yang lahir dengan keadaan beruntung—s

Kekosongan

Ini adalah cerita tentang manusia yang memilih untuk terus hidup demi menjalankan hasrat dan tujuan untuk mencapai kebahagiaan absolut, tak terhingga, sepanjang masa. Ia sudah melakukan hal yang benar menurutnya sendiri. Mencatat hal-hal apa saja yang harus ia lakukan selama hidup. Ia ceklis hal yang sudah tercapai, kemudian dengan semangat membara terus berproses agar ia bisa menceklis lebih  banyak. Tapi ada yang aneh. Setelah menceklis satu hal ia mengalami euforia luar biasa. Ia berjingkrak-jingkrak, secara fisik dan roh. Ia berteriak, “Akhirnya aku menceklis satu hal!” Suatu hari ketika sedang bercermin ia bertanya kepada dirinya sendiri, “Setelah ini apa?”. Ia berusaha untuk menjawabnya dengan optimis, “Oh aku akan menceklis lagi hal yang selanjutnya.” Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah, “Untuk apa aku menceklis hal ini?” Tujuan yang pada awalnya sangat ia impikan untuk diraih, lama kelamaan malah menjadi sebuah pernyataan besar, “Untuk apa?” Awalnya ia mengira inilah tujuan

Mungkin Kita Telah Mati, Namun Tidak Mengetahuinya

Di suatu waktu aku bertanya, “apakah aku masih hidup?” sesuatu dalam diriku berharap aku telah mati, sehingga semuanya dapat masuk akal. Kekacauan (chaos) yang selama ini kita hadapi sehari-hari dalam kehidupan. Keinginan, hasrat, kontradiksi, paradoks yang selalu hadir untuk membingungkan kita tentang definisi hidup. Manusia berlarian kesana-kemari mencari jawaban dari pertanyaan, “Apa itu hidup? Dan siapakah kita?” Kita dibuat se-kompleks mungkin, se-detail mungkin, sehingga sulit untuk melihat secara utuh tentang keberadaan kita. Akhir-akhir ini aku mempertanyakan lagi, “Apa itu hidup?” dan mungkin pertanyaan ini sudah lama ditanyakan, sudah muncul juga banyak jawaban alternatif, sudah banyak teori-teori yang menjelaskan tentangnya, tapi tak pernah ada yang memuaskan. Buktinya pertanyaan ini tak pernah usai untuk ditanyakan di berbagai era. Kekacauan hidup yang aku hadapi selama ini malah membuatku berpikir,  Mungkin kita sebenarnya tidak benar-benar hidup, tapi sedang benar